When Both of Us Say "Ri_Ry"
written by
Anggita Rachma
Jumat, 09 Desember 2011 at 1:33 PM
0
comments
Labels :
Read These
..>1<..
Di pinggir lapangan sepak bola hijau terawat, duduk seorang cewek yang menatap langit luas di atas kepalanya. Seandainya aku punya temen kayak mereka lagi, apa aku akan jadi kayak mereka lagi? Ah .. seandainya saja ..
“Aww, kenapa kepalaku sakit lagi? Padahal jam pelajaran sudah akan dimulai lima menit lagi". Sebaiknya aku masuk saja, daripada pingsan lagi di sini kayak tempo hari.
Dia pun mencoba berdiri, dan, "Aduh !! Sakit."
"Kamu ga papa kan !?" terdengar teriakan seseorang jauh di tengah lapangan.
"Ga papa ko ... aku .." belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya,
gadis itupun terkulai lemas di bawah pohon rindang di samping lapangan.
**
Sambil menalikan tali sepatunya yang lepas, Ryo berkata pada dirinya sendiri, "Kayaknya aku sering liat dia di sini, ngapain ya?"
"Dia pemain cewek kita dulu, sebelum kamu masuk dan tim kita uda ga kekurangan orang lagi," sahut Kapten tim, Ardi.
"Jadi dia cewek brandal itu?"
"Hahaha .. kamu Ry, tahunya cuma segi negatifnya aja."
"Negatif gimana? Anak-anak yang bilang."
"Anak mana? Anak yang ga suka sama dia banyak, tapi dia hebat."
"Hebat? Dari segi apa nih? Orang badannya aja kecil begitu. Tuh liat, berdiri aja kaya sulit banget," kata Ryo sambil menatap cewek yang sekarang mulai di kerubungi tim sepakbolanya.
"Dia .. Eh! Ria!" Ardi pun meninggalkan Ryo dan berlari menghampiri Ria, gadis yang terkena bola, yang tergeletak pingsan di pinggir lapangan.
"Eh .. Ardi kenapa sih? Peduli amat sampe segitunya," cibir Ryo yang tak sengaja didengar Dony, si Kiper di timnya.
"Ardi naksir tuh sama Ria. Cuma dianya aja yang ga berani nembak Ria," jelas Dony tanpa diminta.
"Segitunya?"
"Iya. Eh, ngapain kita di sini, bukannya nolongin. Loe jugak yang kenain bola di kepalanya ga merasa bersalah. Ckck," sahut Dony.
"O iya, lupa," sahut Ryo sekenanya dan terus mengikuti arah lari teman-temannya ke UKS.
Di pinggir lapangan sepak bola hijau terawat, duduk seorang cewek yang menatap langit luas di atas kepalanya. Seandainya aku punya temen kayak mereka lagi, apa aku akan jadi kayak mereka lagi? Ah .. seandainya saja ..
“Aww, kenapa kepalaku sakit lagi? Padahal jam pelajaran sudah akan dimulai lima menit lagi". Sebaiknya aku masuk saja, daripada pingsan lagi di sini kayak tempo hari.
Dia pun mencoba berdiri, dan, "Aduh !! Sakit."
"Kamu ga papa kan !?" terdengar teriakan seseorang jauh di tengah lapangan.
"Ga papa ko ... aku .." belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya,
gadis itupun terkulai lemas di bawah pohon rindang di samping lapangan.
**
Sambil menalikan tali sepatunya yang lepas, Ryo berkata pada dirinya sendiri, "Kayaknya aku sering liat dia di sini, ngapain ya?"
"Dia pemain cewek kita dulu, sebelum kamu masuk dan tim kita uda ga kekurangan orang lagi," sahut Kapten tim, Ardi.
"Jadi dia cewek brandal itu?"
"Hahaha .. kamu Ry, tahunya cuma segi negatifnya aja."
"Negatif gimana? Anak-anak yang bilang."
"Anak mana? Anak yang ga suka sama dia banyak, tapi dia hebat."
"Hebat? Dari segi apa nih? Orang badannya aja kecil begitu. Tuh liat, berdiri aja kaya sulit banget," kata Ryo sambil menatap cewek yang sekarang mulai di kerubungi tim sepakbolanya.
"Dia .. Eh! Ria!" Ardi pun meninggalkan Ryo dan berlari menghampiri Ria, gadis yang terkena bola, yang tergeletak pingsan di pinggir lapangan.
"Eh .. Ardi kenapa sih? Peduli amat sampe segitunya," cibir Ryo yang tak sengaja didengar Dony, si Kiper di timnya.
"Ardi naksir tuh sama Ria. Cuma dianya aja yang ga berani nembak Ria," jelas Dony tanpa diminta.
"Segitunya?"
"Iya. Eh, ngapain kita di sini, bukannya nolongin. Loe jugak yang kenain bola di kepalanya ga merasa bersalah. Ckck," sahut Dony.
"O iya, lupa," sahut Ryo sekenanya dan terus mengikuti arah lari teman-temannya ke UKS.
**
Setelah cukup lama di UKS, Ardi pun keluar untuk mengikuti pelajaran kedua setelah bel istirahat. Ardi menghabiskan satu jam pelajaran untuk menunggu Ria sadar, tapi ternyata sia-sia. Ria tak sadarkan diri setelah insiden terkena bola tadi. Ardi enggan untuk meningggalkan Ria di UKS walaupun ada petugas UKS di sana, sampai akhirnya petugas UKS meminta orangtua Ria untuk menjemputnya di sekolah.
"Ardi, sebaiknya kamu masuk ke kelas dan ikut pelajaran kedua. Papa sudah menjemputnya ke sini," jelas petugas UKS yang tak lain adalah kakak Ria sendiri, Nia.
"Oh, iya Kak," dengan malas Ardi menyahut dan meninggalkan ruang UKS.
“Ardi, makasih ya? Udah jaga Ria,” ucap Kak Nia yang diangguki dengan senyuman yang murung dari Ardi.
Setelah cukup lama di UKS, Ardi pun keluar untuk mengikuti pelajaran kedua setelah bel istirahat. Ardi menghabiskan satu jam pelajaran untuk menunggu Ria sadar, tapi ternyata sia-sia. Ria tak sadarkan diri setelah insiden terkena bola tadi. Ardi enggan untuk meningggalkan Ria di UKS walaupun ada petugas UKS di sana, sampai akhirnya petugas UKS meminta orangtua Ria untuk menjemputnya di sekolah.
"Ardi, sebaiknya kamu masuk ke kelas dan ikut pelajaran kedua. Papa sudah menjemputnya ke sini," jelas petugas UKS yang tak lain adalah kakak Ria sendiri, Nia.
"Oh, iya Kak," dengan malas Ardi menyahut dan meninggalkan ruang UKS.
“Ardi, makasih ya? Udah jaga Ria,” ucap Kak Nia yang diangguki dengan senyuman yang murung dari Ardi.
**
"Ria, kamu sakit apa sih? Kenapa kamu jadi lebih sering jatuh dan pingsanmu juga lebih lama dari biasanya?," tanya Ardi yang lebih bertanya pada dirinya sendiri.
"Di !" teriak Ryo yang berlari mendekati Ardi yang berjalan sendiri di lorong kelas. "Gimana tuh cewek loe?" tanya Ryo.
"Eh, cewek apaan? Gue cuma temenan kok sama Ria," jawab Ardi gelagapan.
"Okelah gue percaya. Tapi kalo nanti gue gebet, ga nyesel, kan?" canda Ryo yang membuat Ardi tersenyum.
"Asal loe bisa bahagiain dia, gue rela," sahut Ardi.
"Beneran nih buat gue?" canda Ryo yang membuat Ardi tertawa.
"Hahaha .. Emang dia mau sama cowok kaya loe? Berandal," ejek Ardi.
"Dia juga berandal, tau. Haha .. " dan mereka tertawa bersama dan berjalan menuju kelas. Dua berandal sekolah jadi satu? Mau jadi apa nih sekolah, haha, jadi penasaran sama tuh cewek, batin Ryo.
"Ria, kamu sakit apa sih? Kenapa kamu jadi lebih sering jatuh dan pingsanmu juga lebih lama dari biasanya?," tanya Ardi yang lebih bertanya pada dirinya sendiri.
"Di !" teriak Ryo yang berlari mendekati Ardi yang berjalan sendiri di lorong kelas. "Gimana tuh cewek loe?" tanya Ryo.
"Eh, cewek apaan? Gue cuma temenan kok sama Ria," jawab Ardi gelagapan.
"Okelah gue percaya. Tapi kalo nanti gue gebet, ga nyesel, kan?" canda Ryo yang membuat Ardi tersenyum.
"Asal loe bisa bahagiain dia, gue rela," sahut Ardi.
"Beneran nih buat gue?" canda Ryo yang membuat Ardi tertawa.
"Hahaha .. Emang dia mau sama cowok kaya loe? Berandal," ejek Ardi.
"Dia juga berandal, tau. Haha .. " dan mereka tertawa bersama dan berjalan menuju kelas. Dua berandal sekolah jadi satu? Mau jadi apa nih sekolah, haha, jadi penasaran sama tuh cewek, batin Ryo.
**
Sesampainya di rumah, Ria tak sadar juga. Kedua orangtuanya khawatir dan segera meminta Dokter Maya, dokter keluarga, untuk datang ke rumah dan memeriksa keadaan Ria.
"Gimana, Dok?" tanya Mama Ria.
"Dia sudah siuman?" tanya Dokter.
"Belum, Dok," kata Papa Ria.
"Dia sedang tertidur sekarang, mungkin tadi ada yang memberinya obat tidur?" Dokter mengira-ngira.
"Pasti Nia, Pa," sahut Mama Ria.
"Oh, Nia? Kakak yang baik," sahut Dokter dengan senyum. "Kalau tidak diberi obat tidur, Ria pasti tidak mau pulang dan tetap ingin mengikuti pelajaran sampai jam terakhir, mereka berdua anak yang baik ya, Pak?" puji sang Dokter.
"Oh, terima kasih, tapi apa tidak apa-apa Ria terus tidur begini, Dok?" Tanya Mama Ria khawatir.
"Mungkin sebaiknya Ria istirahat dulu di rumah selama beberapa hari sampai sehat benar," nasehat Dokter sambil merapikan alat-alat kesehatan yang dibawanya. "Kalau begitu, saya pamit dulu," kata Dokter.
"Oh, terima kasih, Dok. Mari saya antar," kata Papa Ria.
Sesampainya di rumah, Ria tak sadar juga. Kedua orangtuanya khawatir dan segera meminta Dokter Maya, dokter keluarga, untuk datang ke rumah dan memeriksa keadaan Ria.
"Gimana, Dok?" tanya Mama Ria.
"Dia sudah siuman?" tanya Dokter.
"Belum, Dok," kata Papa Ria.
"Dia sedang tertidur sekarang, mungkin tadi ada yang memberinya obat tidur?" Dokter mengira-ngira.
"Pasti Nia, Pa," sahut Mama Ria.
"Oh, Nia? Kakak yang baik," sahut Dokter dengan senyum. "Kalau tidak diberi obat tidur, Ria pasti tidak mau pulang dan tetap ingin mengikuti pelajaran sampai jam terakhir, mereka berdua anak yang baik ya, Pak?" puji sang Dokter.
"Oh, terima kasih, tapi apa tidak apa-apa Ria terus tidur begini, Dok?" Tanya Mama Ria khawatir.
"Mungkin sebaiknya Ria istirahat dulu di rumah selama beberapa hari sampai sehat benar," nasehat Dokter sambil merapikan alat-alat kesehatan yang dibawanya. "Kalau begitu, saya pamit dulu," kata Dokter.
"Oh, terima kasih, Dok. Mari saya antar," kata Papa Ria.
**
Dua hari tak mendengar kabar Ria, dengan jantung berdegup kencang, Ardi memberanikan diri masuk UKS dan bertanya tentang keadaan Ria kepada Kak Nia.
“Permisi, Kak Nia?”
“Ya, oh Ardi, Ria baik kok, memang dia harus banyak istirahat, tapi mungkin lusa dia sudah boleh masuk,” celetuk Kak Nia begitu saja.
“Eh, Kak Nia tau dari mana aku mau tanya keadaan Ria?” sahut Ardi gelagapan.
“Yaa .. kalo dipikir-pikir, mau apa kamu dateng ke sini kalo ga cuma mau nyanyain keadaan Ria?” ceplos Kak Nia yang kontan membuat wajah Ardi bersemu merah~ cowok juga bisa.
“Iya deh.. Aku khawatir sama Ria, Kak,” ungkap Ardi tentang kekhawatirannya. “Ria sekarang jadi sering pingsan,” lanjutnya murung.
“Percaya deh, sama Kakak. Kakak akan jaga Ria di rumah. Kita semua sayang sama Ria,” ucap Kak Nia yang dibalas senyuman malu dari Ardi.
“Kak, makasih infonya. Aku jadi pengen ke rumah,” aku Ardi.
“Main aja, kasihan juga sama Ria. Ajak tim bola juga,” suruh Kak Nia.
“Ok, makasih ya,Kak. Aku pamit dulu.”
Ardi keluar dari UKS dengan helaan nafas lega, berjalan di sepanjang lorong kelas XI tanpa ada seorangpun di sana dan Ardi mulai tersenyum sendiri. Aku akan ajak anak bola nanti sore, yakin pada mau deh. Ryo juga, dia harus minta maaf sama Ria, pikirnya.
“Di .. ngapain senyum-senyum sendiri? Mana lorong ga ada orang lagi. Kesambet apaan, sih?” Tanya Dony yang sekarang berjalan di sampingnya.
“Nanti, kita ke rumah Ria, ya? Udah lama ga main ke sana? Ajak yang lain juga,” ajak Ardi.
“Eh, nanti sore? Bukannya latihan?” Tanya Dony heran melihat tingkah Ardi yang tidak seperti biasanya. Ardi tidak pernah mengosongkan jam latihan. Ardi orang yang disiplin, itulah yang membuat teman-temannya bangga, walaupun terkadang mengesalkan tapi mereka tau Ardi ingin yang terbaik juga buat mereka.
“Iya, gue uda minta izin Kak Nia,” katanya bangga.
“Eh? Loe main ke UKS gitu? Ga salah nih?” ledek Dony. Semua di sekolah juga tahu Ardi anti pada bau obat, pernah sekali dia masuk UKS karena terkilir. UKS yang baru membeli stok obat-obatanpun ditinggalkannya, dan malah lari ke lapangan, dan untung saja kakinya lebih baik setelah lari dari obat. Aneh.
“Enggak. Sempet jantungan sebentar tadi waktu baru masuk. Tapi setelah masuk, gue biasa-biasa aja tuh. Mungkin karena kemarin gue di sana sepanjang pelajaran Pak Fajar ya?”
“Mungkin. Masuk yuk. Pak Dal dateng tuh,” ajak Dony yang dijawab dengan anggukan dan langkah lebar Ardi.
**
“Ma, aku mau masuk,” rengek Ria pada ibunya.
“Assalamu’alaikum ..”
“Wa’alaikum salam.. loh? udah dateng? Pulang pagi?” Tanya Mama Ria.
“Iya, sekalian bawa berita gembira buat Ria,” sahut Kak Nia jauh di kamarnya. “Temen-temen bola pada mau ke sini nanti sore,” lanjutnya setelah ganti pakaian.
“Yakin? Ga bohong?” Tanya Ria sinis. Mereka semua dateng. “Makasih, Kak.”
“Iya, tadi Ardi ke UKS loh, haha, nanyain kabar kamu,” goda Kak Nia.
“Ardi ke UKS? Ga salah, tuh?” cibir Ria.
“Eh, kamu pikir siapa kemaren yang anter kamu dan nungguin kamu di UKS sampe ninggalin satu jam pelajaran?”
“Siapa?” tantang Ria.
“Ardi,” jawab Kak Nia singkat. “Mandi dulu, ya? Kamu cepet sembuh, biar bisa cepet mandi, asem tau! Hahaha..” ucap Kak Nia seraya meninggalkan Ria.
“Ihh .. masih lemes tauuk !!” seru Ria.
**
“CLOSE”
Ryo yang sedang pusing berdiri di depan UKS. UKS bisa tutup jam segini? Heran.., batinnya.
“Ngapain ke UKS? Mau pedekate sama Ria lewat Kakaknya? Hahaha,” ledek Dony yang kebetulan lewat di lorong UKS. “Loe lumayan pucet, Ry,” lanjutnya setelah melihat wajah Ryo yang hampir berwarna putih.
“Pusing,” jawab Ryo singkat.
“Yaah .. nanti ga bisa ikut dong ke rumah Ria,” pikir Dony.
“Ke rumah Ria? Kapan?” Tanya Ryo.
“Nanti sore,” jawab Dony.
“Kok ga ada yang bilang ke gue ya?” Tanya Ryo heran.
“Itu salah loe, semua pada ngumpul di basecamp, ngapain loe kluyuran di sini?”
“Sakit,” jawab Ryo ketus. “Tunggu. Ga latihan dong?” Tanya Ryo bingung.
“Ardi lagi baik hati. Hahaha .. Ria temen kita juga loh..”
“Ria? Oke, gue usahain dateng dan minta maaf deh,” sahutnya sambil memegangi pelipisnya. “Loe kirim aja alamatnya ke nomor gue, ok?”
“Oke,” sahut Dony sambil mengeluarkan ponsel dari kantong celananya. “Gue duluan, ya?” pamitnya seraya melirik ke arah Mita, cewek manis yang memang serasi dengan Dony. Gue ngiri, haha, kapan yaa gue punya cewek?
**
“Loe kemana tadi? Gue cariin juga,” kata Ardi yang duduk di sebelahnya.
“UKS,” jawab Ryo enteng.
“Ngapain?” Tanya Ardy curiga, kalau-kalau benar Ryo ingin menggebet Ria.
“Cari obat lah, masa cari Ria,” jawabnya agak ketus.
“Bener juga,” ucap Ardi.
“Ngapain tadi loe nyari gue? Ngajakin ke rumah cewek brandal itu?”
“Ati-ati kalo ngomong, loe ga tau dia yang sebenernya..” sahut Ardi bangga.
“Huh, bangga banget loe,” cibir Ryo, “Besar kemungkinan gue ga bisa ikut. Yaa.. Gue tau gue harus minta maaf, tapi gue juga lagi sakit nih. Pusing. Lo ga liat gue pucat pasi kaya mayat gini?” tanya Ryo.
“yaa .. okelah, tapi ntar kalo Ria uda masuk, loe janji minta maaf yaa..”
“Iya iya penggemar cewek brandal…” cibir Ryo lagi.
“Loe … oke, cinta mati sama Ria, baru tau rasa loe !!” kutuk Ardi.
“Eheh .. ati-ati kalo ngomong.. kalo kejadian gimana tuh?” celetuk Dony yang baru datang entah dari mana dan duduk di depan mereka berdua.
“Tau tuh, si Ardi.. main kutuk aja,”
“Asshh loe ! Bu Betty tuh !”
**
Sore yang cerah untuk berkunjung dan menyemangati teman yang sakit. Seluruh anggota tim datang ke rumah Ria. Tak terkecuali Ryo, yang walau tampangnya pucat pasi seperti mayat, tetap datang untuk meminta maaf karena insiden bola, pada si empunya kepala~ cowok baik J
“Ria, aku minta maaf ya? Bola pas sabtu itu ..” jelas Ryo saat menjabat tangan Ria yang kurus dan pucat. Seperti tak ada darah sedikitpun yang mengalir di sana. Sempat terpikir untuk memberi obat penambah darah yang ia punya, tapi diurungkannya karena tahu Kak Nia pasti lebih tahu tentang obat-obatan. “Aku ga sengaja loh .. swear deh!!” jelasnya lagi sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya yang panjang.
Tangan yang bagus, seperti terisi darah penuh, sedangkan aku, batinnya sambil melirik tangannya yang pucat. “Ga papa kok, aku memang uda pusing sebelum kena bola, aku malah uda ngerasa mau pingsan..” jelas Ria.
“Waaa … Ryo nambah-nambahin ya?” celetuk Dony.
“Iya sih, sedikit..” sahut Ria malu-malu.
Dia cantik juga ternyata, ga berandal juga, gimana kalo dia di lapangan ya? Apa selembut ini? Tapi, kenapa bisa sepucat ini?, batin Ryo.
“Eh, kalian berdua kaya sepasang drakula loh ..” celetuk Dony lagi. “Pucat muka Ryo sama Ria hampir sama,” celetuknya lagi sampai semua yang berada di ruangan itu tertawa, kecuali Ardi yang wajahnya sedikit masam menyadari kebenaran yang dikatakan Dony.
“Eh.. ada yang marah loh ..” balas Ryo sambil melirikan matanya pada sosok Ardi yang duduk di sofa kamar Ria bersama satu teman lainnya, yang memasang wajah malu setengah mati.
“Eh, ada apa ini? Asyik sekali kelihatannya,” kata Mama Ria sambil membawa obat untuk Ria minum. “Ryo, tolong taruh ini di meja samping tempat tidur ya,” pinta Mama Ria.
“Oh, iya Tante,” sahutnya sambil meminta kotak obat peroral milik Ria dan segelas air putih. Ah, ini kayak obat yang aku bawa, sama ternyata, batin Ryo, yang tanpa sadar tersenyum sendiri.
“Woy, Ry.. cepet dikasi ke Ria, malah diliatin terus tuh obat, mau?” celetuk Dony lagi, membuat semua tertawa lagi, kali ini termasuk Ardi.
“Gue uda punya, nih,” sahutnya sambil mengambil satu strip obat penambah darah dari dalam tas sampingnya.
Dia, sakit?, pikir Ria dan langsung menyahut, “Kamu juga minum itu?”
“Iya,” jawabnya singkat, tersenyum~lagi.
“Oh,” desah Ria.
**
Sudah pukul lima sore, dan waktu bermainpun usai~ bermain? Hahaha… Yang benar saja~ :P Teman Ria pun pulang. Mereka berpamitan satu persatu, kayak tamu undangan aja, pikir Ryo yang menyalami Ria paling akhir.
“Cepet sembuh, ya? Kata anak-anak kamu brandal, eheh, tapi bukan anak bola yang bilang..” ucap Rio yang ditanggapi dengan senyuman oleh Ria. “O iya, aku pengen liat kamu maen bola, jadi kamu harus bener-bener sembuh ya? Aku nantangin kamu deh nanti kalo uda masuk. Oke? Cepet sembuh ya, Ri …” ucapnya sebelum melepas jabatan tangan Ria yang pucat. Ri .. ?? ahahaha .. kayak uda kenal lama aja gue, batin Rio.
“iya, makasih, ya… ” ucapannya mengantung, “Ry …” lanjutnya.
Ryo yang menyadari ‘Ri-Ry’ itu langsung tertawa, “Hahahaha .. oke deh, Ri. Cepet sembuh,” do’anya lagi untuk kesembuhan Ria.
Teman yang baik, mungkin, batin Ria seraya melambaikan tangan pada semua teman-temannya yang keluar dari kamarnya, “Ati-ati ya, semua !!” teriaknya sekuat tenaga, mencoba bersikap biasa walaupun dia benar-benar merasa sakit kali ini, sampai tak bisa bergerak sedikitpun.
**
Belajar nih, minta saran dan usul yak ?? :) :) :) :)
Dua hari tak mendengar kabar Ria, dengan jantung berdegup kencang, Ardi memberanikan diri masuk UKS dan bertanya tentang keadaan Ria kepada Kak Nia.
“Permisi, Kak Nia?”
“Ya, oh Ardi, Ria baik kok, memang dia harus banyak istirahat, tapi mungkin lusa dia sudah boleh masuk,” celetuk Kak Nia begitu saja.
“Eh, Kak Nia tau dari mana aku mau tanya keadaan Ria?” sahut Ardi gelagapan.
“Yaa .. kalo dipikir-pikir, mau apa kamu dateng ke sini kalo ga cuma mau nyanyain keadaan Ria?” ceplos Kak Nia yang kontan membuat wajah Ardi bersemu merah~ cowok juga bisa.
“Iya deh.. Aku khawatir sama Ria, Kak,” ungkap Ardi tentang kekhawatirannya. “Ria sekarang jadi sering pingsan,” lanjutnya murung.
“Percaya deh, sama Kakak. Kakak akan jaga Ria di rumah. Kita semua sayang sama Ria,” ucap Kak Nia yang dibalas senyuman malu dari Ardi.
“Kak, makasih infonya. Aku jadi pengen ke rumah,” aku Ardi.
“Main aja, kasihan juga sama Ria. Ajak tim bola juga,” suruh Kak Nia.
“Ok, makasih ya,Kak. Aku pamit dulu.”
Ardi keluar dari UKS dengan helaan nafas lega, berjalan di sepanjang lorong kelas XI tanpa ada seorangpun di sana dan Ardi mulai tersenyum sendiri. Aku akan ajak anak bola nanti sore, yakin pada mau deh. Ryo juga, dia harus minta maaf sama Ria, pikirnya.
“Di .. ngapain senyum-senyum sendiri? Mana lorong ga ada orang lagi. Kesambet apaan, sih?” Tanya Dony yang sekarang berjalan di sampingnya.
“Nanti, kita ke rumah Ria, ya? Udah lama ga main ke sana? Ajak yang lain juga,” ajak Ardi.
“Eh, nanti sore? Bukannya latihan?” Tanya Dony heran melihat tingkah Ardi yang tidak seperti biasanya. Ardi tidak pernah mengosongkan jam latihan. Ardi orang yang disiplin, itulah yang membuat teman-temannya bangga, walaupun terkadang mengesalkan tapi mereka tau Ardi ingin yang terbaik juga buat mereka.
“Iya, gue uda minta izin Kak Nia,” katanya bangga.
“Eh? Loe main ke UKS gitu? Ga salah nih?” ledek Dony. Semua di sekolah juga tahu Ardi anti pada bau obat, pernah sekali dia masuk UKS karena terkilir. UKS yang baru membeli stok obat-obatanpun ditinggalkannya, dan malah lari ke lapangan, dan untung saja kakinya lebih baik setelah lari dari obat. Aneh.
“Enggak. Sempet jantungan sebentar tadi waktu baru masuk. Tapi setelah masuk, gue biasa-biasa aja tuh. Mungkin karena kemarin gue di sana sepanjang pelajaran Pak Fajar ya?”
“Mungkin. Masuk yuk. Pak Dal dateng tuh,” ajak Dony yang dijawab dengan anggukan dan langkah lebar Ardi.
**
“Ma, aku mau masuk,” rengek Ria pada ibunya.
“Assalamu’alaikum ..”
“Wa’alaikum salam.. loh? udah dateng? Pulang pagi?” Tanya Mama Ria.
“Iya, sekalian bawa berita gembira buat Ria,” sahut Kak Nia jauh di kamarnya. “Temen-temen bola pada mau ke sini nanti sore,” lanjutnya setelah ganti pakaian.
“Yakin? Ga bohong?” Tanya Ria sinis. Mereka semua dateng. “Makasih, Kak.”
“Iya, tadi Ardi ke UKS loh, haha, nanyain kabar kamu,” goda Kak Nia.
“Ardi ke UKS? Ga salah, tuh?” cibir Ria.
“Eh, kamu pikir siapa kemaren yang anter kamu dan nungguin kamu di UKS sampe ninggalin satu jam pelajaran?”
“Siapa?” tantang Ria.
“Ardi,” jawab Kak Nia singkat. “Mandi dulu, ya? Kamu cepet sembuh, biar bisa cepet mandi, asem tau! Hahaha..” ucap Kak Nia seraya meninggalkan Ria.
“Ihh .. masih lemes tauuk !!” seru Ria.
**
“CLOSE”
Ryo yang sedang pusing berdiri di depan UKS. UKS bisa tutup jam segini? Heran.., batinnya.
“Ngapain ke UKS? Mau pedekate sama Ria lewat Kakaknya? Hahaha,” ledek Dony yang kebetulan lewat di lorong UKS. “Loe lumayan pucet, Ry,” lanjutnya setelah melihat wajah Ryo yang hampir berwarna putih.
“Pusing,” jawab Ryo singkat.
“Yaah .. nanti ga bisa ikut dong ke rumah Ria,” pikir Dony.
“Ke rumah Ria? Kapan?” Tanya Ryo.
“Nanti sore,” jawab Dony.
“Kok ga ada yang bilang ke gue ya?” Tanya Ryo heran.
“Itu salah loe, semua pada ngumpul di basecamp, ngapain loe kluyuran di sini?”
“Sakit,” jawab Ryo ketus. “Tunggu. Ga latihan dong?” Tanya Ryo bingung.
“Ardi lagi baik hati. Hahaha .. Ria temen kita juga loh..”
“Ria? Oke, gue usahain dateng dan minta maaf deh,” sahutnya sambil memegangi pelipisnya. “Loe kirim aja alamatnya ke nomor gue, ok?”
“Oke,” sahut Dony sambil mengeluarkan ponsel dari kantong celananya. “Gue duluan, ya?” pamitnya seraya melirik ke arah Mita, cewek manis yang memang serasi dengan Dony. Gue ngiri, haha, kapan yaa gue punya cewek?
**
“Loe kemana tadi? Gue cariin juga,” kata Ardi yang duduk di sebelahnya.
“UKS,” jawab Ryo enteng.
“Ngapain?” Tanya Ardy curiga, kalau-kalau benar Ryo ingin menggebet Ria.
“Cari obat lah, masa cari Ria,” jawabnya agak ketus.
“Bener juga,” ucap Ardi.
“Ngapain tadi loe nyari gue? Ngajakin ke rumah cewek brandal itu?”
“Ati-ati kalo ngomong, loe ga tau dia yang sebenernya..” sahut Ardi bangga.
“Huh, bangga banget loe,” cibir Ryo, “Besar kemungkinan gue ga bisa ikut. Yaa.. Gue tau gue harus minta maaf, tapi gue juga lagi sakit nih. Pusing. Lo ga liat gue pucat pasi kaya mayat gini?” tanya Ryo.
“yaa .. okelah, tapi ntar kalo Ria uda masuk, loe janji minta maaf yaa..”
“Iya iya penggemar cewek brandal…” cibir Ryo lagi.
“Loe … oke, cinta mati sama Ria, baru tau rasa loe !!” kutuk Ardi.
“Eheh .. ati-ati kalo ngomong.. kalo kejadian gimana tuh?” celetuk Dony yang baru datang entah dari mana dan duduk di depan mereka berdua.
“Tau tuh, si Ardi.. main kutuk aja,”
“Asshh loe ! Bu Betty tuh !”
**
Sore yang cerah untuk berkunjung dan menyemangati teman yang sakit. Seluruh anggota tim datang ke rumah Ria. Tak terkecuali Ryo, yang walau tampangnya pucat pasi seperti mayat, tetap datang untuk meminta maaf karena insiden bola, pada si empunya kepala~ cowok baik J
“Ria, aku minta maaf ya? Bola pas sabtu itu ..” jelas Ryo saat menjabat tangan Ria yang kurus dan pucat. Seperti tak ada darah sedikitpun yang mengalir di sana. Sempat terpikir untuk memberi obat penambah darah yang ia punya, tapi diurungkannya karena tahu Kak Nia pasti lebih tahu tentang obat-obatan. “Aku ga sengaja loh .. swear deh!!” jelasnya lagi sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya yang panjang.
Tangan yang bagus, seperti terisi darah penuh, sedangkan aku, batinnya sambil melirik tangannya yang pucat. “Ga papa kok, aku memang uda pusing sebelum kena bola, aku malah uda ngerasa mau pingsan..” jelas Ria.
“Waaa … Ryo nambah-nambahin ya?” celetuk Dony.
“Iya sih, sedikit..” sahut Ria malu-malu.
Dia cantik juga ternyata, ga berandal juga, gimana kalo dia di lapangan ya? Apa selembut ini? Tapi, kenapa bisa sepucat ini?, batin Ryo.
“Eh, kalian berdua kaya sepasang drakula loh ..” celetuk Dony lagi. “Pucat muka Ryo sama Ria hampir sama,” celetuknya lagi sampai semua yang berada di ruangan itu tertawa, kecuali Ardi yang wajahnya sedikit masam menyadari kebenaran yang dikatakan Dony.
“Eh.. ada yang marah loh ..” balas Ryo sambil melirikan matanya pada sosok Ardi yang duduk di sofa kamar Ria bersama satu teman lainnya, yang memasang wajah malu setengah mati.
“Eh, ada apa ini? Asyik sekali kelihatannya,” kata Mama Ria sambil membawa obat untuk Ria minum. “Ryo, tolong taruh ini di meja samping tempat tidur ya,” pinta Mama Ria.
“Oh, iya Tante,” sahutnya sambil meminta kotak obat peroral milik Ria dan segelas air putih. Ah, ini kayak obat yang aku bawa, sama ternyata, batin Ryo, yang tanpa sadar tersenyum sendiri.
“Woy, Ry.. cepet dikasi ke Ria, malah diliatin terus tuh obat, mau?” celetuk Dony lagi, membuat semua tertawa lagi, kali ini termasuk Ardi.
“Gue uda punya, nih,” sahutnya sambil mengambil satu strip obat penambah darah dari dalam tas sampingnya.
Dia, sakit?, pikir Ria dan langsung menyahut, “Kamu juga minum itu?”
“Iya,” jawabnya singkat, tersenyum~lagi.
“Oh,” desah Ria.
**
Sudah pukul lima sore, dan waktu bermainpun usai~ bermain? Hahaha… Yang benar saja~ :P Teman Ria pun pulang. Mereka berpamitan satu persatu, kayak tamu undangan aja, pikir Ryo yang menyalami Ria paling akhir.
“Cepet sembuh, ya? Kata anak-anak kamu brandal, eheh, tapi bukan anak bola yang bilang..” ucap Rio yang ditanggapi dengan senyuman oleh Ria. “O iya, aku pengen liat kamu maen bola, jadi kamu harus bener-bener sembuh ya? Aku nantangin kamu deh nanti kalo uda masuk. Oke? Cepet sembuh ya, Ri …” ucapnya sebelum melepas jabatan tangan Ria yang pucat. Ri .. ?? ahahaha .. kayak uda kenal lama aja gue, batin Rio.
“iya, makasih, ya… ” ucapannya mengantung, “Ry …” lanjutnya.
Ryo yang menyadari ‘Ri-Ry’ itu langsung tertawa, “Hahahaha .. oke deh, Ri. Cepet sembuh,” do’anya lagi untuk kesembuhan Ria.
Teman yang baik, mungkin, batin Ria seraya melambaikan tangan pada semua teman-temannya yang keluar dari kamarnya, “Ati-ati ya, semua !!” teriaknya sekuat tenaga, mencoba bersikap biasa walaupun dia benar-benar merasa sakit kali ini, sampai tak bisa bergerak sedikitpun.
**
Belajar nih, minta saran dan usul yak ?? :) :) :) :)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)