SEKOLAH BISNIS ONLINE [SBO] BATCH 1

SEKOLAH BISNIS ONLINE [SBO] BATCH 1


*OMSET JUTAAN MODAL SOSIAL MEDIA DALAM 6x PERTEMUAN*📱

*Tidak Percaya?*

*Gabung Sekarang!* 

*Sekolah Bisnis Online (SBO)*
 Raihanshop.com & Rabbani

Tidak ada kata gagal yang ada adalah belajar!
Sebelum Anda memutuskan untuk bergabung di *SEKOLAH BISNIS ONLINE (SBO)*, silakan Anda simak apa saja keuntungan yg akan Anda dapat.

5 Keuntungan Langsung ketika Anda daftar peluang dari saya :
1. *Tanpa Modal*, hanya butuh keseriusan dan mau belajar, karena produk jualan sudah disediakan oleh Raihanshop.com
2. *Keuntungan Besar*. Anda akan mendapatkan Pendapatan Jutaan Rupiah dari Internet.
3. *Tidak ada resiko*. Bahkan, Anda dibimbing exclusive dengan Saya & tim raihanshop.com mengenai Teknik membangun ratusan reseller dalam waktu singkat.
4. *Diajarkan cara jualan praktis dengan Sosmed*.
5. Belajar Bisnis Online dari *A - Z*

*5 Alasan wajib ikut SBO ini* :
1⃣ Sangat Langka! Sekolah Bisnis pertama dengan kurikulum pembelajaran yang lengkap & Terstruktur.
2⃣ Investasi Terjangkau, BAYAR dapat ilmu dan menjadi member *RAIHANSHOP.COM*, berbisnis dengan *RAIHANSHOP.COM*
3⃣ Cara Cepat Tepat menjadi pengusaha Bisnis Online
4⃣ Anda akan mendapatkan pendampingan pasca Sekolah Online
5⃣ *GARANSI SAMPAI BISA*
Cattan: Semua tools diatas tidak menggunakan tools berbayar.

NB Penawaran ini *Dibuka Langsung Di Beberapa Kota*
(Batch 1)
🔰Yogyakarta : 6 Sept
🔰Karanganyar: 7 Sept
🔰Boyolali : 10 Sept
🔰Solo Gading : 14 Sept
🔰Wonogiri : 19 Sept
🔰Temanggung - Wonosobo : 20 Sept
🔰Semarang kota : 23 Sept
🔰Pekalongan : 26 Sept
🔰Tegal : 27 Sept
🔰Sragen : 28 Sept
🔰Purwokerto : 30 Sept
🔰Ungaran : 3 Okt
🔰Salatiga : 4 Okt
🔰Klaten : 5 Okt
🔰Kendal : 7 Okt
🔰Rembang : 8 Okt
🔰Kudus : 9 Okt

Daftar sekarang juga!
Ketik
*Daftar Sekolah#Nama lengkap#No WA*
Kirim ke (SMS/WA)
0823-2910-0234

Transfer ke bank BNI
0370819765
A.n Desy Dwi Ratna Sari

*Terbatas Hanya 30 Orang setiap kota*
Sampai jumpa di Kota Anda

*Spesial PRICE PROMO*
Bulan Agustus *Rp.300.000*
 September *Rp.450.000*.

Salam Sukses
*Fitra Jaya Saleh*
Owner


Tiap Sore, Pukul Enam

FlashFiction



Tiap sore, pukul enam.





            Tangannya terulur rendah ke arahku. Matanya yang biru menatapku, teduh. Bibirnya yang tipis menyunggingkan senyum tanpa syarat, tulus. “Aku Ade,” ucapnya lembut.

            Kusembunyikan kedua tanganku di belakang tubuhku yang ramping, duduk meringkuk di sofa biru tua di depan TV flat di ruangan yang luas, dengan jendela yang tertutup tirai transparan, masih menyiratkan sinar matahari senja yang kemerah-merahan. Kupandangi tangan kekar kecoklatan itu dengan tatapan kosong.

            Lelaki itu menegakkan kembali tubuhnya yang membungkuk, memperlihatkan jas yang dikenakannya. Jas hitam bermerk dan celana hitam yang selalu terlihat rapi dengan sepatu hitamnya yang mengilap.

            Aku menatapnya bingung. “Ade?” tanyaku polos.

We Meet Again *atschool

"Lo kira gue peduli?" aku masih menunduk, menghindari matanya yang terlindung kaca mata minus 1/2. "Lo boleh pergi sekarang," aku mendongak dan kehilangan sesosok makhluk kelewat tampan berkulit bersih kecoklatan yang tadi menatapku lembut. "Gue mau..." kalimatku terpotong begitu saja saat kedua lengannya melingkar di leherku.

"Lo kira gue peduli?" ucapnya lembut di telinga kiriku, dagunya diletakkan di atas lengannya yang melingkar di atas bahuku. "Sedikitpun gue gak peduli."

"Gue tau," ucapku datar setelah sesaat tadi mengatur nafasku yang sempat tercekat.

"Oh ya? Gue gak peduli."

"Gue juga."

"Dan gue gak peduli."

Aku tersenyum mendengar tiap kata yang diulangnya berkali-kali, "Ha-ha.." kupenggal tawaku menjadi dua suku kata, "Don't say 'whatever' but in fact and act," aku berhenti, mengerjapkan mataku tanda tak percaya, kaget.

Dilepaskannya lengan yang melingkar di leherku dan memindahkan tubuhnya tepat di depanku dengan satu gerakan, "You care," ucapnya setelah menggigit hidungku, dan tersenyum puas. "Kapan lo berubah?"

Aku menahan tawa, "Bhb..bhb.."

"Never!" dilepaskannya bahuku dan ditinggalkannya aku yang masih menahan tawa hingga keluar cairan bening setara larutan NaCl 0,9 N dari sudut mataku, di lobi kelas. "I should know!" teriaknya setelah berbalik dari sepuluh langkah meninggalkanku.

"Oh, boy! Sorry, I have to," aku menghampirinya dan memeluknya erat. "Gue gak peduli."

"Me too, girl," ditekannya puncak kepalaku dengan bibirnya yang tipis. "Wanna get home?" tanyanya, dan aku mengangguk.



# Ama 'Anggita Rachma' Thugtug

Aku Sudah Pergi

"Gue gak bisa lebih lama lagi, gue harus pergi sekarang," punggungnya mulai samar terlihat di tengah hujan deras yang tak berhenti barang sedetik.

"Gue tau lo akan pergi dari gue," desahku setelah tak dapat lagi melihat tubuhnya yang ~aku yakin~ sekarang basah kuyup tertimpa hujan. "Gue akan berhenti mainin lo, gue gak mau lo sakit lagi," aku menunduk lemah.

Hujan tetap tak berhenti menemani tubuhku yang kedinginan. Aku berdiri memandang hujan yang membuat kabut yang semakin menebal, membuatku semakin sesak.

Seketika mataku membulat maksimal, bisa kurasakan punggungku yang basah dan dingin tertiup hembusan angin, kini semakin hangat. Lengannya yang basah kini melingkar di tubuhku, tangan kirinya melingkar di leherku, bisa kurasakan hembusan nafasnya yang hangat di leher kananku, di bawah telingaku. Dia kembali.

"Gue gak akan ninggalin lo gitu aja. Lo kira gue cowok apaan? Gue gak akan balas rasa sakit yang lo kasih ke gue dengan sakit yang sama atau bahkan lebih," nafasnya memburu, tubuhnya yang kini di belakangku tanpa terpaut jarak berguncang hebat. "Gue gak mau lo pergi dari gue," suaranya bergetar.

Aku tersenyum, sedikit kecewa karena cowok yang kini memelukku tidak meninggalkanku saja di tempat ini, sendiri. "Gue tau lo bakalan balik ke sini, tapi gue mau lo pergi dari gue." Aku mencoba beranjak dari pelukannya yang membuatku hangat, tapi seketika tubuhku menegang.

Cowok berambut spike itu, dengan tubuh menggigil kedinginan, dan bibir yang bergetar, memutar tubuhku hingga kini menatapnya. Menatap matanya yang sendu.

Bahuku menghangat, saat kusadari cowok ini memelukku lagi, kali ini lebih erat. "Gue pergi," bisikku di telinga kirinya.

Tubuhnya berguncang hebat, bisa kudengar dia menangis sesenggukan di balik bahuku. "Lo gak bisa ninggalin gue! Gak boleh! Huu.." tangisnya pecah.

"Gue harus, bahkan lo tau," kutarik kerah kemejanya yang basah ke bawah, mencoba membuatnya tercekik dan menjauh, tapi sia-sia. "Bahkan lo tau, gue gak akan balik lagi. Gue kurang apa coba?"

"Lo kurang egois!" dilepasnya pelukan itu, lalu menatap mataku dengan matanya yang memerah. "Lo gampang putus asa! Lo bisa kalahin penyakit ini!" dia membentak dan mengguncang tubuhku yang kurasa mulai kehilangan keseimbangannya.

Kedua tangan dinginku yang sekarang bebas, tanpa instruksi apapun, menyentuh keningnya, menekan kelopak matanya, menarik hidungnya yang bangir dan menyapu bibirnya.

Mataku tak beranjak dari sana, matanya yang merah nun sendu. Perlahan tapi pasti, bibirku menekan bibirnya yang dingin, lama, tanpa tambahan gerakan apapun di sana, kami diam, aku terpejam.

Sedetik kemudian, mataku terbelalak, bisa kurasakan nafasnya memburu di atas bibirku yang kini menghangat.

Cowok itu membasahi bibirku dengan lidahnya yang mencoba membuka mulutku, aku menolak. "Enggak," ucapku setelah kembali dapat menatap matanya.

"Lo kenapa?" air wajahnya berubah, panik.

Aku mencoba tetap berdiri dan mempertahankan kesadaranku, tapi aku tak bisa. "Gue pergi sekarang, maafin gue," ucapku lemah setelah sebelumnya merosot ke tanah yang dingin dan basah, cowok itu menyanggaku dengan paha dan tangan kirinya di tengkukku.

"Lo jahat!" bisa kulihat dan kurasakan air matanya hangat, menetes di pipi kananku. Aku tersenyum lemah.

Dengan kekuatan seadanya, aku memaksanya mendekatkan wajahnya ke wajahku yang lebih rendah. "Gue mau nyium lo," aku tersenyum lagi dan cowok itu menekan bibirku dengan bibirnya. Lidahku kelu, tak dapat bergerak, nafasku tercekat. Mataku terpejam. Kini aku tak bisa menahan lidahnya yang sudah masuk ke dalam mulutku dan mencoba mengajak lidahku yang kelu untuk meresponnya. Ingin sekali aku melakukan hal serupa, tapi waktuku telah tiba, kubiarkan cowok itu melumat bibirku yang membiru tanpa hembusan nafas di atasnya. Tubuhku membeku, aku sudah pergi.

Dan Yuka, Aku Menyusulmu



            Gadis itu duduk sendirian, dengan rambutnya yang dipotong cepak kelewat pendek. Dengan tatapan hampa memandang mading yang ditempeli poster-poster hasil editan siswa di sekolah yang bertema anti rokok. Gadis yang duduk agak merosot itu mengerjapkan kedua matanya yang bulat, kemudian tersenyum dan menengadahkan wajahnya ke langit-langit teras lab resep di lantai dua yang lenggang itu.

            Gadis itu merogoh tas plastik bening yang dipegangnya di atas pangkuan. Dengan masih menengadahkan wajahnya ke atas, cewek itu mengeluarkan benda ~tepatnya, makanan~ yang langsung di arahkan ke mulutnya, mematahkan benda yang terlihat tipis dan renyah itu.

            Merogoh dan mematahkan tiap lembar kripik (baca: rempeyek) renyah itu. Kulihat tangannya mulai sulit menemukan kepingan kecil rempeyek itu dalam tas plastiknya, karena kulihat tinggal satu keping selebar telapak tangannya yang mungil saja yang ada di dalamnya.

            TING! AHA!

            Dengan langkah lebar, aku menghampiri cewek berambut hitam legam yang mulai mematahkan rempeyek terakhirnya dengan giginya yang gingsul.

            Ckrezz!

            Aku mematahkan kepingan terakhir rempeyek kacang yang dimilikinya, dan langsung ikut mengunyahnya sebelum akhirnya duduk di sebelahnya. Gadis itu tetap tak bergeming, masih tetap mengunyah patahan rempeyek kacang tanah yang masih ada di bibirnya. Setelah menelan hasil proses mekanik yang dilakukan gigi dan lidahnya, cewek bermata coklat gelap itu berpaling padaku, menatapku tanpa ekspresi.

            Aku masih mengunyah potongan terakhir rempeyek yang kurebut dari tangan kanannya tadi, saat cewek itu menatapku lekat,


Unborn 8.0 Aqua Pointer
Kejut.com
Facebook Twitter RSS